Sabtu, 17 Desember 2016

Final Piala Champions Eropa 1985 Dan Tragedi Heysel

Final Piala Champions Eropa (cikal bakal UEFA Champions League sekarang) yang mempertemukan antara klub juventus dan liverpool pada 28 mei 1985 di Brussel, Belgia atau lebih dikenal dengan "Tragedi Heysel" menjadi sejarah kelam bagi persepakbolaan dunia khususnya bagi juventus dan italia.
Kejadian yang telah berlalu sekitar 31 tahun yang lalu itu awalnya menjelang pertandingan terlihat baik-baik saja. Pendukung kedua tim tampak tertib memasuki stadion sambil menyanyikan yel-yel kebanggan klub masing-masing. Para pemain pun tampak normal melakukan pemanasan sebelum pertandingan berlangsung




Akan tetapi, suasana euforia itu berubah kelabu. Satu jam kemudian, suara teriak dan makian mulai menggema dari arah tribun. Situasi makin mencekam karena kedua fans mulai bertindak anarkistis dengan saling melempar sejumlah benda tumpul. Aparat keamanan seolah tidak berdaya karena tribun Stadion Heysel tidak menyediakan pembatas antarsuporter yang memadai.

Jumlah suporter Juventus tidak sebanding dengan fans Liverpool ketika itu. Sadar kalah jumlah, fans Juventus akhirnya memilih mundur. Tetapi mereka terhalang tembok besar. Mungkin karena mulai terancam, pendukung Juventus terus berusaha menekan ke belakang hingga akhirnya tembok runtuh karena tidak kuasa menerima tekanan.

Runtuhan tembok menimpa fans juventus yang sudah terdesak. Na'as, 39 orang yang terkena reruntuhan meninggal dunia. Total, 32 di antaranya merupakan fans Juventus dan tujuh lainnya pendukung netral asal Belgia, Prancis, dan Irlandia Utara. Kerusuhan terus berlanjut meski sudah ada korban berjatuhan. Bahkan, aparat juga ikut terlibat dalam bentrok kedua fans yang berlangsung selama dua jam itu


Pasang iklan disini


"Kami melihat fans Italia menangis dan mereka memukul-mukul bagian luar bis ketika kami keluar meninggalkan hotel. Ketika kami meninggalkan Brussels, sejumlah orang Italia marah-marah, dan memang bisa dipahami karena ada 39 rekannya yang meninggal dunia. Saya ingat betul ada seorang Italia yang wajahnya tepat di bawah jendela tempat saya duduk. Ia menangis dan marah. Anda bisa rasakan bagaimana ia kehilangan seseorang dalam kondisi seperti itu. Anda pastinya tidak pernah berharap hal itu berakhir demikian."


Itulah kesaksian dari Kenny Daglish, salah satu legenda Liverpool sekaligus saksi mata dalam Tragedi Heysel, sebuah tragedi kelam yang pernah terjadi dalam dunia sepak bola 31 tahun silam. Tercatat 39 orang meninggal dunia dan lebih dari 600 orang mengalami luka-luka pada tragedi tersebut. Tragedi ini juga berbuntut reaksi keras dari UEFA (United European Football Association) berupa penjatuhan sanksi larangan keikutsertaan tim-tim sepak bola asal Inggris di kompetisi Eropa selama lima tahun. Khusus untuk Liverpool, ada tambahan waktu tiga tahun, namun kemudian direvisi menjadi satu tahun saja.


Pasca runtuhnya tembok tersebut, suasana semakin kacau. Pendukung Juventus yang telah menyadari telah jatuhnya korban dari pihak mereka menjadi sangat beringas. Mereka turun ke lapangan, menyerang balik kubu pendukung Liverpool dan bentrok dengan aparat yang coba menghalangi aksi mereka. Namun perlu dimaklumi bahwa aksi beringas pendukung Juventus ini terjadi karena sebagian dari mereka baru saja kehilangan teman dan saudara yg dicintai.




Meskipun korban dalam Tragedi Heysel berjatuhan dan diwarnai kericuhan hebat, namun pertandingan tetap dilanjutkan. Alasannya, karena bila partai ini tidak dilanjutkan, justru dikhawatirkan emosi kedua kubu akan kembali meluap dan bisa jadi pula akan terjadi korban berikutnya.

Walaupun bertanding dalam keadaan penuh duka, Juventus akhirnya sukses mencetak kemenangan. Gol semata wayang dalam laga ini dibuat oleh sang legenda Michel Platini di menit 56 setelah mendapat hadiah penalti akibat pelanggaran yang dilakukan oleh Zbigniew Boniek.

Lalu bagaimana hubungan antara Juventini (sebutan untuk pendukung Juventus) dan The Kop (sebutan untuk pendukung Liverpool) sekarang? Tragedi Heysel memang terus diingat, namun hebatnya tragedi ini tidak lantas membuat kedua belah pihak terus-menerus menjadi musuh dan menyimpan dendam.

Contohnya pada babak perempat final Liga Champions 2005 saat kedua kesebelasan kembali berhadapan. Ketika itu Liverpool menjamu Juventus di Stadion Anfield. Kenangan buruk, emosi, dan dendam dari Tragedi Heysel itu hilang sudah. The Kop menciptakan mozaik raksasa nan indah bertuliskan "Amicizia" yang berarti persahabatan. Mozaik ini menyiratkan permintaan maaf mereka sebesar-besarnya terhadap Juventini. Aksi itu dibalas oleh sebagian besar Juventini yang memadati Stadion Anfield dengan sambutan hangat dan tepuk tangan meriah.

Contoh lain bisa dilihat pada bulan Juni 2010, di situs resminya, Liverpool mengeluarkan gambar dua tangan yang saling bersalaman. Satu tangan berwarna merah dengan latar belakang merah, sementara satu lagi berwarna putih dengan latar belakang hitam, yang menggambarkan warna seragam antara Liverpool dan Juventus. Di samping kanan tangan yang bersalaman itu terdapat tulisan "In Memoria E Amicizia, May 29 1985", yang artinya "Dalam Kenangan dan Persahabatan, 25 Mei 1985".

Tragedi Heysel merupakan salah satu sejarah kelam dalam dunia sepak bola. Pihak-pihak yang terlibat di dalamnya sudah saling memaafkan, tapi tragedi ini tetap tidak boleh dilupakan. Bukan bertujuan untuk menumbuhkan dendam dan mengorek luka lama, melainkan agar menjadi pelajaran di waktu-waktu mendatang khususnya bagi para pendukung fanatik klub sepak bola dimanapun berada.


ALESSANDRO DEL PIERO






Tidak ada komentar:

Posting Komentar